Jumat, 26 Maret 2010

Angkota, Hanya Tuhan dan Supirnya yang Tahu Kapan Dia Akan Berhenti

Ngiiikkkk...., bunyi rem sepeda motor yang saya naiki menjerit ketika tiba-tiba Angkot (kendaraan umum khas negeri ini) tiba-tiba berhenti di depan saya tanpa memberi tanda lampu sen. Inilah yang khas di Depok, kota dimana istri saya dibesarkan.

Angkot atau juga kita kenal Angkutan Kota memang hal yang unik. Kendaraan kecil ini begitu lincah menyusuri jalanan kota sembari sesekali berhenti di pinggir jalan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang.

Budaya menurunkan dan menaikkan penumpang inilah yang membuat saya berpikiran bahwa hanya Tuhan dan Supirnyalah yang tahu kapan dia akan berhenti. Berhenti mendadak yang kadang tidak memberikan tanda bagi pengendara lain di belakangnya kadang membuat kita harus menginjak rem kuat-kuat jika tidak ingin menabrak pantat dari angkot ini.

Sumber gambar: http://moiindra.wordpress.com/2008/11/page/3/

Senin, 22 Maret 2010

Kegelisahan Ketika Menginjak Usia 30-an, Menantikan Mr./Miss. Perfect, Kalau Tidak Ada ya Mr./Miss. Right Now

Ada banyak kisah suka duka saat kita belajar dan bekerja di negeri Kiwi ini. Ada yang akhirnya putus dengan kekasih lamanya karena menemukan sosok pendamping yang didambakan dan akhirnya menikah dengannya.

Ada pula yang lama menunggu kehamilan di Indonesia namun akhirnya istri hamil setelah satu bulan di New Zealand, itulah yang kami alami.


Ada pula yang sampai saat ini masih menunggu Mr. Perfect dan Miss. Perfect. Saya tidak tahu sampai kapan mereka akan mendapatkannya, hanya saja kita ikut berdoa untuk mereka sehingga mendapatkan Mr. dan Miss. Perfect yang mereka dambakan.

Ide untuk menulis ini sebenarnya karena saya teringat pernah membaca sebuah artikel di harian Dominion Post New Zealand. Saya lupa judulnya, tapi artikel itu memang cukup menarik bagi saya, meskipun bukan untuk saya pribadi, tapi untuk teman-teman saya yang belum kunjung menikah karena menantikan Mr. dan Miss. Perfect.

Artikel ini tidak bermaksud mengesampingkan peran takdir dalam kehidupan, tapi ingin mencoba membahas dan mengupas lebih dalam dari perspektif lain yang lebih logis.

Artikel itu cukup ringkas, namun cukup dalam isinya. Isi awalnya bercerita tentang gelisahnya kaum Hawa (wanita) yang mulai resah ketika menginjak usia 30 tahunan karena belum juga mendapatkan pendamping. Meskipun mereka sudah mapan secara finansial dan pendidikan. Ketidak adaan seorang pendamping ternyata tetap membuat membuat mereka resah.

Dari beberapa hasil riset yang disampaikan dalam artikel itu, ada beberapa penyebab mengapa kaum Hawa harus menunggu begitu lama untuk mendapatkan pendamping. Pada usia di bawah 30 tahunan kebanyakan dari mereka menantikan Mr. Perfect untuk menjadi pendamping hidup mereka. Ini bukan hanya karena dipengaruhi oleh diri mereka sendiri, namun juga dipengaruhi oleh media-media dari luar sehingga mereka berpikir seperti itu.

Kisah-kisah dalam film, novel dan buku-buku banyak menggambarkan Mr. Perfect sebagai pendamping hidup terbaik bagi seorang wanita. Masalahnya dalam kehidupan nyata tidaklah banyak tersedia Mr. Perfect seperti yang digambarkan itu.

Pilihan pun akhirnya jatuh pada Mr. Right Now ketika usia kaum Hawa menginjak 30 tahunan lebih.

Dalam hal ini, bagi saya tidaklah menjadi masalah, tergantung dari mereka yang ingin menjalani. Hanya saja ada baik kita juga membuat listing dari standar dan persyaratan yang menurut kita baik. Membuat listing standarisasi dari Mr. Right Now tampaknya bisa kita gunakan untuk menilai sang Mr. ini layak atau tidak menjadi pendamping. Katakanlah dari standarisasi yang kita buat dan Mr. Right Now sudah memenuhi lebih dari 51% dari standar yang kita buat, maka itu cukup acceptable.

Ada komentar lain?

Sumber gambar: Karimhouses.com

Ujian Nasional (UN), Akhirnya dimulai Juga (Membahas Kemampuan Speaking Bahasa Inggris Siswa Indonesia)

Pagi ini, Ujian Nasioan (UN) pun dimulai. Ujian nasional yang seakan-akan menentukan nasib siswa-siswa Indonesia. Saya pun yang mengajar Bahasa Inggris untuk kelas 3 SMP dan SMA ikut sibuk membantu mereka belajar Bahasa Inggris.

Belajar bahasa Inggris di sekolah-sekolah di Indonesia sangatlah sulit, itu menurut versi saya. Kompleksnya tingkat pemahaman grammar, jenis-jenis teks dan vocabularies yang cukup kompleks banyak digunakan dalam pembuatan soal UN.

Lalu bagaimanakah dengan kemampuan speakingnya? Ini yang menjadi masalah. Sekolah tak banyak membantu dalam hal ini. Lembaga-lembaga kursus di luar sekolah justru yang banyak mengambil peran dalam hal ini.

Lembaga-lembaga bimbingan belajar yang menawarkan kursus bahasa Inggris untuk speaking class menjadi pilihan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Untuk grammar dan tenses, sepertinya pelajaran dari sekolah cukup kompleks sudah.

About This Blog

About This Blog

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP